Cerita Rakyat Melayu Riau Kisah Dang Gedunai Menjadi Naga di Lautan |
Kisah Dang Gedunai Menjadi Naga di Lautan
Cerita Rakyat Melayu ini bermula dari seorang anak lelaki yang bernama Dang Gedunai. Ia berperawakan gemuk, keras kepala dan tidak pernah mendengarkan perkataan orang lain. Apa yang menurutnya bagus maka itulah yang dilakukannya. Tanpa peduli aturan atau peringatan dari orang lain. Pada suatu hari, Dang Gedunai pergi menanggung ikan di sungai bersama teman-temannya. Seperti biasa ia pergi hanya untuk ikut-ikutan semata.
Setelah beberapa saat menangguk seperti yang lainnya, Dang Gedunai bersorak, “Aha... akhirnya saya dapat juga ikan, besar rupanya, berat tangguk saya dibuatnya!” teriak Dang Gedunai seraya mengangkat tangguknya dari air sungai yang keruh. Namun setelah diangkat, ternyata bukan ikan yang ia dapatkan seperti yang lainnya. Dang Gedunai mendapatkan sebutir telur yang sangat besar. Telur yang besarnya melebihi ukuran normal.
Teman-teman Dang Gedunai pun mendekatinya, mereka ingin melihat telur apa yang didapat oleh Dang Gedunai. “Ini pasti telur badak,” ujar Dang Gedunai bangga.
“Badak tidak bertelur, tapi beranak!” ejek salah seorang temannya.
“Jangan di ambil telur itu Dang Gedunai, kita tidak tahu itu telur apa. Bahaya jika diambil begitu saja,” temannya yang lain menasehati Dang Gedunai.
“Lha... memangnya kenapa? Telur tidak berbahaya kok, malahan tampak cantik, besar dan putih bersih. Pastilah kalau aku tinggalkan kalian yang akan membawanya pulang,” Dang Gedunai bersikeras membawa telur itu pulang. Teman-temannya pun tidak bisa membantah atau melarang Dang Gedunai lebih jauh lagi. Sebab jika ia sudah maunya begitu tidak ada lagi yang bisa menghalanginya.
Sesampainya di rumah, Emak Dang Gedunai pun kaget melihat telur yang besar itu. “Telur apa ini Dang Gedunai?” tanya emaknya.
“Telur Badak, Mak!” jawab Dang Gedunai datar.
“Badak Tidak bertelur tapi beranak, anakku,” sanggah Emak Dang Gedunai sama seperti teman-temannya di sungai. “Jangan macam-macam dengan telur itu, Dang Gedunai. Sepertinya itu telur naga. Kamu bisa celaka jika memainkannya apalagi memakannya” nasehat Emak Dang Gedunai padanya.
“Naga tidak membuat sarang di sungai, mak. Lagipula saya suka dengan telur ini. Saya akan memakannya,” Dang Gedunai masih saja keras kepala kepada emaknya.
Begitulah setiap hari Emak Dang Gedunai mengingatkannya untuk tidak bermain dengan telur tersebut apalagi memakannya. Setiap kali itu juga Dang Gedunai membantah. Ia bertekad akan merebus dan memakan telur itu begitu punya kesempatan yang bagus. Perutnya yang buncit seolah menjerit-jerit minta diberi makan telur besar itu. Untuk sementara waktu, Dang Gedunai menyimpan telur itu baik-baik dan merawatnya dengan telaten.
Hingga pada suatu pagi.
“Dang Gedunai, ayo bantu emak di ladang, sekalian mencari kayu bakar,” Emak mengajak Dang Gedunai ke ladang untuk membantunya bekerja.
“Mak, saya sakit kepala, pusing dan rasanya demam. Saya di rumah saja, ya, mak,” Dang Gedunai merintih seperti orang sakit.
Tak tega melihat anaknya yang sedang sakit, Emak Dang Gedunai pun pergi sendiri ke ladang. “Ya sudah, kamu istirahat saja. Makanan sudah emak siapkan di dapur. Nanti kalau lapar ambil sendiri di sana,” ucap Emak Dang Gedunai. Tak lama kemudian emak pun berangkat ke ladang sendirian, meninggalkan Dang Gedunai. Setelah tidak mendengar langkah kaki Emaknya lagi, Dang Gedunai pun bangun dari tempat tidurnya.
“Hahaha... Emak mudah saja dibohongi,” tawa Dang Gedunai puas karena berhasil membohongi Emaknya dengan berpura-pura sakit. Sebenarnya Dang Gedunai hanya ingin mendapatkan waktu yang tepat sehingga bisa memakan telur besar yang ditemukannya tempo hari di sungai.
Dang Gedunai yang memang belum makan apa-apa sangat merasa lapar. Ia menyalakan api ditungku, kemudian merebus telur yang telah dijaganya dengan telaten tersebut. Tak lama berselang, telurpun matang. Dengan serta merta Dang Gedunai mengupas dan memakannya dengan lahap.
“Hehmm... Enak sekali telur ini. Baru sekali ini saya merasakan telur yang seenak ini. Rasanya nikmat dan lezat,” ujar Dang Gedunai seraya menjilat-jilat tangannya, berharap masih ada telur yang tersisa di sana.
Telur yang besar tersebut ternyata mampu membuat kenyang Dang Gedunai. Ia pun mengantuk karenanya dan kembali membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Dalam tidurnya Dang Gedunai bermimpi bertemu dengan seekor naga betina yang sangat besar. Naga tersebut sangat kebingungan mencari telur yang hendak dieraminya.
“Siapa yang menemukan telur tersebut dan tidak mengembalikan ketempat asalnya semula atau memakannya maka orang tersebut akan menjelma menjadi naga. Sebagai pengganti anakku!” teriak naga betina tersebut kepada Dang Gedunai.
Ia pun terbangun dengan bersimpah peluh, kegemetaran dan sangat takut akan mimpi yang didapatnya. Tiba-tiba Dang Gedunai merasa sangat haus.
Sore hari Emak Dang Gedunai pun pulang. Ia cemas melihat anaknya gelisah, mondar-mandir mencari air. Semua persedian air di tempayan dan dandang telah diminumnya, namun hausnya tak kunjung hilang. Anehnya semakin ia meminum air, hausnya semakin menjadi-jadi. Dang Gedunai merasa tenggorokannya seperti terbakar.
Mak, air mak, tolong ambilkan air mak,” rengek Dang Gedunai. Emaknya pun memberi Dang Gedunai segayung air yang langsung direguknya hingga habis. Kemudian setempayan air, hingga tidak ada lagi air yang tersisa di rumahnya. Melihat prilaku anaknya yang tidak biasa, emaknya pun menyadari bahwa Dang Gedunai telah memakan telur naga itu.
“Tolong, ambilkan saya air,” Dang Gedunai meminta tolong kepada penduduk kampung yang lewat di depan rumahnya. Orang-orang yang kasihan padanya mengambilkan air dari perigi-perigi yang ada di kampung itu. Hingga akhirnya semua air di perigi telah habis diminum oleh Dang Gedunai. Tak habis akal, Emak Dang Gedunai membawanya ke danau, namun hanya sekejap, air danaupun habis dihisapnya.
Menyaksikan hal itu, Emak Dang Gedunai pun membawa anaknya ke sungai. Di pinggir sungai, Dang Gedunai ingat pada mimpinya. Ia kemudian menceritakan mimpi tentang naga betina itu pada emaknya.
“Mak, saya akan berubah menjadi naga. Saya akan mengilir sungai ini dan akan hidup di laut lepas,” ucap Dang Gedunai pada emaknya.
"Mengapa kau makan telur naga itu, nak? Bukankah sudah emang bilang padamu untuk tidak memakannya. Beginilah akibatnya jika engkau tidak memdengarkan emak,” ratap Emak Dang Gedunai.
Sejak semula ku katakan
Tak kau simpan dalam peti
Sejak semula ku katakan
Tak kau simpan dalam hati
Emak Dang Gedunai berpantun dalam ratapnya. Namun seperti apapun Emak Dang Gedunai menyesali perbuatan anaknya, takdir tak bisa lagi dibalikkan. Dang Gedunai telah menghilang dan berubah menjadi naga di laut lepas.
Emak Dang Gedunai yang masih sedih dan lara ditinggalkan oleh anaknya yang telah berubah menjadi naga, terus meratap siang dan malam. Hingga pada suatu hari, Emak Dang Gedunai pergi ke tepi pantai. Di sana, ia memanggil nama Dang Gedunai, “Wahai naga Dang Gedunai anakku, ini emak datang melihat engkau!” teriak Emak Dang Gedunai ke laut lepas.
Tak lama kemudian, gelombang lautpun datang memecah pantai.
“Emak, maafkan anakmu yang tidak mendengarkan ucapanmu ini. Sekarang saya telah berubah menjadi naga. Kalau mak rindu padaku, pandangilah laut lepas. Bisikkanlah nama Dang Gedunai. Jika ada ombak yang datang menghempas pantai maka itu adalah jejak langkahku, mak. Tapi jika laut tenang berarti aku sedang tidur dan jika laut bergolak berarti aku sedang mencari ikan-ikan untuk dimakan.” Ujar naga jelmaan Dang Gedunai kepada emaknya. Ucapan Dang Gedunai itu merupakan ciri-ciri keadaan laut akibat perilaku Dang Gedunai baik saat diam maupun saat bergelombang.
"Dang Gedunai anakku, emak sudah memaafkan mu nak. bertobalah pada Tuhan, agar dosamu diampuninya nak, Emak akan selalu menyanyangimu,” teriak Emak Dang Gedunai pada sosok naga tersebut. Namun naga itu telah menghilang jauh ke laut lepas, yang ada hanya gelombang-gelombang kecil yang pecah di pasir pantai.
Begitulah sejak saat itu, para nelayan percaya jika gelombang sedang bergulung-gulung besar itu berarti Dang Gedunai sedang mencari makan. Mereka tidak berani melaut dan bertemu dengan naga Dang Gedunai. Namun setelah gelombang reda dan hanya menyisakan riak-riak kecil, para nelayan kembali melaut dan menangkap sisa-sisa ikan yang tak dimakan Dang Gedunai.
(Digubah dari Cerita Rakyat Melayu Riau penerbit Adi Cita Jogjakarta)
Cerita Rakyat Melayu Riau yang dapat dibaca dan diambil pelajaran, diantaranya :
Cerita Rakyat Melayu Riau: Si Jangoi