Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor.158/PMK.010/2015 Tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan membebaskan pajak untuk para pengelola hiburan malam. Keputusan tak adil ini sontak mendapat reaksi keras dari anggota DPRD pusat.
"Saya menyesalkan dan mempertanyakan sikap pemerintah yang memasukan diskotek, karaoke, klab malam dan sejenisnya masuk ke dalam kriteria jasa kesenian dan hiburan yang tidak dikenai PPN sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e PMK tersebut," kata Nasir Djamil, di Jakarta, Sabtu (22/8/2015).
Sikap demikian, menurut Nasir, justru kontraproduktif dengan upaya revolusi mental yang selama ini digadang-gadang pemerintahan Joko Widodo.
Apalagi, tambah Nasir, di tengah semangat untuk membatasi bahkan menghapus minuman beralkohol dan rokok yang dapat merusak kesehatan dan mental masyarakat.
"Diskotek, karaoke, klab malam dan sejenisnya seharusnya pelan-pelan di tutup," ujar Nasir.
Lebih lanjut Nasir mengatakan, memasukan diskotek, karaoke dan klab malam sebagai kriteria jenis jasa yang tidak dikenai PPN merupakan ide dangkal dari seorang menteri. Menurutnya, Menkeu dalam menafsirkan kriteria jasa kesenian dan hiburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A UU Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, tidak sesempit dengan menafsirkan hanya sebagai bagian dari jasa kesenian dan hiburan yang bebas pajak.
"Tetapi dapat mencari jenis seni dan hiburan lain yang memang bermanfaat, dibutuhkan rakyat miskin dan tidak membawa banyak mudharat bagi rakyat," imbuh politisi PKS asal Aceh itu