Rimbang Baling merupakan cagar biosfer atau suaka margasatwa yang terletak di perbatasan antara Riau dan Sumatera. Posisi ini sebenarnya membuat kondisinya lebih rawan terhadap adanya pembalakan liar. Bukit Rimbang Baling ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa (SM) melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Riau Nomor 149/V/1982.
Kawasan itu memiliki luas 136.000 hektar, dengan tingkat keanekaragaman ekosistem yang sangat tinggi. Berbagai macam vegetasi ditemukan mengisi bentang dan kontur alam yang variatif, dan tepat berada di antara jajaran Bukit Barisan sekaligus ekosistem gambut Cagar Biosfer Giam Siak Kecil. Berbagai macam mamalia mendiami kawasan hutan yang memiliki lansekap mulai dari dataran tinggi hingga rendah ini.
WWF mencatat, sedikitnya 170 jenis burung dan 50 jenis mamalia berbagai ukuran. Selain itu juga ada tapir, rusa, kukang, siamang, beruang madu sampai Harimau Sumatera mendiami daerah itu. Peran penting lain keberadaan Rimbang Baling yang berdampak langsung pada masyarakat adalah dimana kawasan itu merupakan penopang air Sungai Kampar.
Dalam Undang-Undang (UU) No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, sebuah suaka margasatwa seharusnya harus steril dari kegiatan manusia kecuali untuk kepentingan riset dan pengawasan. Namun, pada kenyataannya di dalam Rimbang Baling sudah banyak ditemukan banyak permukiman penduduk terutama disepanjang sungai.
Pembukaan tutupan hutan untuk pembuatan perkebunan karet jadi tak bisa dihindari. Di lain sisi, upaya penegakan hukum mendapatkan perlawanan keras dari masyarakat seperti yang terjadi pada akhir Desember 2012. Kala itu warga terlibat bentrok dengan personel BBKSDA Riau yang melakukan operasi penertiban, dan mengakibatkan penyanderaan selama beberapa hari.
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan lihat di :
http://www.stripetosecure.or.id/
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan lihat di :
http://www.stripetosecure.or.id/