Musim kemarau yang mulai dirasakan di Riau tak hanya berdampak pada bencana rutin kabut asap, namun juga kelangkaan air yang mulai terjadi di sejumlah daerah. Sejumlah desa di Kecamatan Rambah Samo mulai dilanda kekeringan air akibat kemarau. Camat Rambah Samo Suharman SPi mengaku, sejumlah desa di Kecamatan Rambah Samo, disaat musim kemarau, sumur mereka kekeringan, terutama di daerah transmigrasi seperti Marga Mulya, Pasir Makmur dan Masda Makmur.
Desa tersebut merupakan kawasan rawan kesulitan air bila terjadinya musim kemarau.
‘’Untuk saat ini, sumur warga memang airnya sudah menipis, tetapi masih bisa dimanfaatkan untuk keperluan MCK. Sebagian warga ada yang memanfaatkan sumber air dari irigasi kilometer 6 maupun sungai-sungai yang ada untuk keperluan air bersih. Tapi saat ini belum ada warga yang beli air bersih (PDAM) dari Dinas Tata Ruang dan Cipta karya (TRCK) Rohul,’’ tuturnya.
Hal serupa juga dialami masyarakat Kabupaten Bengkalis. Sebagian warga Kota Bengkalis sejak sepekan terakhir sudah mulai membeli air galon (isi ulang) untuk kebutuhan masak an minum. Sedangkan untuk mandi dan mencuci sebagian masih bisa menggunakan air sumur.
Seperti dikatakan Yanto, warga Senggoro Bengkalis. Untuk kebutuhan mandi dan mencuci, persediaan air sumur di rumahnya masih mencukupi. Hanya saja untuk kebutuhan masak dan minum, persediaan air hujan di tempat penampungan sudah sangat menipis. ‘’Untuk mandi dan mencuci masih bisa menggunakan air sumur, tapi untuk masak dan minum persediaan sudah sangat tipis. Tidak ada cara lain selain membeli air isi ulang, terpaksa rogoh kocek,’’ ujar Yanto.
Yanto dan sejumlah warga Bengkalis terbilang masih beruntung dibanding sejumlah warga desa Jangkang dan Sungai Alam.
Seperti yang dialami warga dusun Parit Tiung, Jangkang, Kecamatan Bantan. Sudah berminggu-minggu mereka membeli air isi ulang.
Ratusan warga Dusun Buyung Desa Kembung Luar kembali dihadapkan kondisi serba sulit disaat musim kemarau melanda. Untuk kebutuhan mandi dan mencuci juga untuk masak dan minum, mereka harus pergi jauh ke darat, di kebun-kebun dan di pinggir hutan, karena air sumur dan parit mereka sudah berubah menjadi air asin seperti air laut.
Kondisi seperti itu terjadi saban kali musim kering melanda.
Sudah berpuluh kali masyarakat meminta agar pemerintah membangun sumur-sumur bor di kampung mereka, tapi sampai hari ini belum ada sumur bor yang dibangun. ”Kasihan masyarakat, saban kali musim kering harus berjibaku mencari air bersih. Sebagian warga terpaksa pergi jauh ke darat, ke kebun-kebun yang paritnya masih ada air atau ke pinggir hutan. Soalnya air hujan di penampungan sudah habis, sementara air sumur dan parit sudah berubah menjadi air laut,’’ ujar Masitah S.Ag tokoh masyarakat setempat, Ahad (16/2).