Sebanyak1,25 Ha hutan di Riau telah dibuka secara non procedural dan dialih fungsikan menjadi berbagai bentuk lahan seperti perkebunan kelapa sawit, kebun karet dan sebagainya. Hal ini tentunya akan sangat berdampak buruk bagi lingkungan kawasan setempat serta kehidupan ekosistem pada umumnya. Berbagai masalah alam dikhawatirkan akan muncul dengan adanya penyalah gunaan tersebut.
Luas wilayah hutan yang dialih fungsikan tanpa prosedur tersebut telah melebihi luas satu kabupaten di Propinsi Riau. Pihak aparat gabungan dari pusat yakni Kejagung, Bareskrim Mabes Polri,, KPK, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup sedang menangani kasus ini dan melakukan penegakan hukum. Sehingga beberapa pelaku pelanggar non prosedural itu telah ditindak oleh aparat gabungan pusat dan kini proses penegakan hukum ini masih berlangsung di Riau. Hal di atas sebagaimana diterangkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Zulkifli Yusuf SH kepada peserta Forum Kewaspadaan Dini masyarakat (FKDM) kabupaten/kota se Provinsi Riau dalam acara Rapat Kerja FKDM Se Provinsi Riau di Hotel New Hollywood Pekanbaru, Kamis pagi tadi (31/10).
Zulkifli Yusuf SH juga turut menyayangkan adanya Kepala Desa di Kuansing yang menandatangani surat tanah untuk masyarakat Jawa Barat, Bogor, dan lain-lain. Menurut Kadis Kehutanan Riau ini, lahan atau hutan di pedesaan atau di suatu kecamatan bukan hak milik desa atau kecamatan. Tapi desa dan kecamatan hanya punya wilayah administratif, sedangkan lahan atau hutan adalah dikelola oleh Negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Zulkifli juga meminta agar anggota FKDM se Riau turut membantu permasalahan ini dengan cara ikut menginventarisasi dan mengidentifikasi hak ulayat/adat dan tanah ulayat masyarakat adat, mendata dan memeta hak ulayat/adat, dan dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota serta mendorong pelaksanaan kajian keberadaan masyarakat adat/hutan adat sampai Penetapan Perda oleh Pemda kabupaten/Kota dalam rangka penetapan status hutan adat oleh Pemerintah sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012.