Jakarta -- Tren kejahatan dunia maya (cyber crime) secara global semakin canggih dan perlu penanganan serius oleh dunia internasional. Hal ini diungkapkan Yoichi Shinoda, penasihat senior di Pusat Informasi Keamanan Nasional Jepang, dalam seminar "Cyber Security untuk Pembuatan Kebijakan oleh Misi Diplomatik Jepang untuk ASEAN", di Jakarta, kemarin.
Awalnya, kejahatan di dunia maya lebih banyak untuk kesenangan pribadi, seperti aktualisasi seorang peretas. Namun sekarang, Shinoda mengungkapkan, sudah digunakan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis hingga menyampaikan pesan politik.
Salah satu yang menjadi pergunjingan internasional adalah pengawasan pemerintah Amerika Serikat terhadap jutaan surat elektronik milik warga negaranya. Menurut Shinoda, negara tersebut memang memiliki hak untuk melakukan pengawasan selama mereka memiliki undang-undang yang mengatur dan menangani hal tersebut. “Tapi, jika pengawasan model ini dilakukan terhadap negara atau pemerintah di luar Amerika Serikat, ini sudah masuk ranah kejahatan dunia maya,” kata Shinoda kepada Tempo seusai acara.
Sayangnya, menurut Shinoda, masih banyak negara yang tidak siap menghadapi serangan peretas atau kejahatan di dunia maya. Maka meningkatkan kewaspadaan menjadi prioritas untuk menangkal kejahatan dunia maya secara global.
“Meningkatkan kewaspadaan tidak sekadar mengenai teknologi, tetapi yang paling penting adalah mengubah paradigma semua orang, terutama mengenai kejahatan dunia maya,” ujar Shinoda, yang juga pengajar di Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST).
Selain meningkatkan kewaspadaan, dia mengajak semua negara di dunia untuk membuat kebijakan baru dan melakukan kerja sama, baik secara regional maupun global. Ada tiga langkah utama untuk menangani serangan kejahatan dunia maya, yakni menentukan tren ancaman dunia maya, kemudian menentukan kebijakan keamanan dunia maya dan tindakannya, serta kerja sama global.
Sebagai satu-satunya negara di kawasan Asia yang meratifikasi Budapest Convention tentang kejahatan dunia maya, Jepang mengajak negara-negara lain untuk ikut fokus pada masalah ini. Untuk itu, Jepang akan menggelar pertemuan setingkat menteri dengan negara-negara ASEAN di Tokyo pada pekan depan.
Langkah ini didukung oleh pakar teknologi informasi, Alfons Tandoyo. Melalui surat elektronik kepada Tempo, spesialis virus TI ini memandang kerja sama lintas negara sangat diperlukan untuk menghadapi kejahatan dunia maya yang semakin canggih. “Kejahatan dunia maya tidak mengenal batas negara, dan waktu tanggap yang cepat terkadang diperlukan untuk menghadapi serangan cyber atau menangkap pelaku kejahatan cyber.”
Ancaman kejahatan dunia maya di Indonesia, menurut Alfons, termasuk yang sangat tinggi di dunia. Salah satu penyebabnya karena komunitas online di Indonesia sangat tinggi. “Indonesia berada di peringkat kedelapan sebagai negara dengan jumlah pengakses Internet terbanyak di dunia, dengan lebih dari 55 juta pengakses online,” tulis dia.
Namun masih banyak pengakses Internet yang kurang mendapatkan informasi mengenai bahaya yang mengancam di dunia maya. Penegakan hukum atas kejahatan di dunia maya pun dinilai Alfons masih lemah. Hal yang paling harus diperhatikan pula adalah sistem identitas kependudukan di Indonesia, yang memungkinkan warga memiliki lebih dari satu KTP. “Ini membuka peluang penipuan di dunia maya.” ****