Cerita ini menghisahkan seorang anak bernama Atan Comot yang durhaka kepada ibunya. Akibat kedurhakaannya tersebut Atan Comot hilang ditelan laut karena ibunya menyumpahinya.
Dahulu, tinggal lah Atan Comot bersama ibunya yang miskin. Makanan kesukaan Atan Comot sehari-harinya adalah borin asap dengan ulam latuh. Makan tradisional orang kampung yang saat itu bagi Atan Comot dan ibunya sangat nikmat. Karena memang keterbatasan uang yang mereka miliki untuk bisa makan dan hidup enak. Akhirnya, karena kesulitan hidup yang mereka hadapi, Atan Comot meminta izin kepada ibunya untuk pergi merantau mencari uang. Dengan berat hati ibunya pun mengizinkan. Pergilah Atan Comot berlayar untuk merantau ke banyak negeri. Sampai akhirnya berkat kegigihannya dalam berusaha, ia pun tumbuh menjadi seorang pengusaha yang kaya raya dan sukses hidupnya serta memiliki kapal layar yang besar. Namun sayang sekali, Atan Comot tak pernah lagi ingat akan ibunya. Terlebih lagi tentang kehidupannya di kampung dulu. Ia telah lalai dengan harta benda dan kekayaan yang telah ia miliki.
Pada suatu ketika, berkunjung lah Atan Comot tersebut ke tempat kelahirannya. Alangkah bahagianya sang ibu yang mendapatkan anaknya kembali. Ia pun masih ingat dengan makanan kesukaan anaknya tersebut. Dengan susah payah ia pun menyiapkan sajian borin asap dengan ulam latuh yang istimewa untuk anaknya. Namun apa yang terjadi, di luar dugaan ternyata Atan Comot merasa malu dan gengsi dengan makanan kesukaannya dulu itu. Kini ia memandang bahwa makanannya itu adalah makanan kampung yang tidak berkelas. Atan Comot marah kepada ibunya, ia pun lalu menendang baki berkarat yang berisi makanan borin asap dengan ulam latuh yang dibawa oleh ibu Atan Comot tersebut. Tak sampai di situ saja, Atan lalu memukul tangan ibunya yang berpegangan pada bagian tepi perahu. Tak ayal lagi ibunya pun terjatuh ke dalam laut.
Ibu Atan pun sangat sedih, kesal dan marah. Kemudian, ibu Atan pergi ke sebuah batu di Tanjung Penyabung. Ia lantas kemudian berdo’a sambil memegang kedua buah dadanya. Doanya, “Jika benar anak diperahu itu anakku Atan, anak yang telah kukandung Sembilan bulan sepuluh hari; anak yang telah kubesarkan dengan air susuku ini, terjadilah sesuatu padanya”.
Setelah doa yang diucapkan oleh si ibu selesai, tiba-tiba guruh menggelegar dan angin ribut pun turun dengan kencangnya menenggelamkan perahu yang ditumpangi Atan. Atan ketakutan. Ia pun menjerit minta tolong dan minta ampun pada ibunya, tetapi sudah terlambat. Ternyata azab tak bisa lagi dihentikan. Angin terus menghantam. Hingga akhirnya Atan Comot hilang ditelan laut. Saat ini, menurut cerita orang sekitar yang entah benar entah tidak adanya, jika angin sedang kencang, pernah terlihat lah seorang nenek berdiri di atas batu dan terdengar pula suara orang menjerit.
Ada banyak hikmah pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita rakyat Melayu Atan Comot tersebut. Banyaknya cerita rakyat Melayu yang memiliki pesan sejenis menandakan betapa pentingnya seoarang anak untuk berbakti kepada orang tua. Seperti ajaran dan petuah Melayu yang mengajarkan hal tersebut. Berikut ini beberapa pelajaran penting yang bisa kita dapatkan dari cerita rakyat Melayu Riau yang berjudul Puaka Tanjung Penyabung:
1. Tidak boleh durhaka kepada orang tua, terutama ibu yang sangat besar jasanya kepada seorang anak.
2. Tidak boleh melupakan siapa kita di masa dulu. Jika kita orang susah pada awalnya, maka tetap kita harus bisa ingat diri kita dan tidak lupa diri dengan kesuksesan hidup yang telah kita raih.
3. Tidak boleh melupakan kampung halaman, terutama ketika kita telah hidup sukses di kota.
4. Tidak boleh menghina orang susah dan orang miskin.