Namun, siapa sangka dari sebuah resor di salah satu sudut Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau, telah lahir puluhan film animasi yang kualitasnya tak kalah dari film produksi dari negeri Paman Sam sekalipun.
Sebuah resor yang bernama Turi Beach di kawasan Nongsa ternyata dihuni bukan hanya oleh para pelancong yang ingin menikmati indahnya pantai berpasir putih, namun juga oleh ratusan kaum muda yang kreatif di bidang animasi.
Ratusan kaum muda kreatif itu bekerja di bawah payung PT. Systrans Multi Media. Mereka telah menghasilkan berbagai karya animasi yang dipesan oleh berbagai perusahaan sinema bertaraf internasional.
"Animator muda itu berasal dari berbagai kota di Indonesia," kata Daniel Harjanto, 'bos' PT. Systrans Multi Media, Kamis. (23/05) di Batam
Salah satu karya film animasi yang telah menginternasional adalah film 'Sing to the Dawn' yang diproduksi PT. Systrans Multi Media dengan bendera Infinite Frameworks (IFW).
Film tersebut selesai diproduksi tahun 2009 atas kerjsama dengan pemerintah Singapura.
"Kerjasama itu ditandatangani tahun 2005 dan baru selesai diproduksi pada empat tahun kemudian," katanya.
Pengerjaan film itu sepenuhnya dilakukan di Batam oleh sekitar 150 animator asal Indonesia dan hanya melibatkan lima animator asing.
Distribusi film Sing to the Dawn yang memakan biaya sekitar 2,5 juta dolar Amerika Serikat itu mencakup ke berbagai negara seperti Singapura, Korea, dan Rusia, katanya.
Film itu merupakan adapatasi dari novel karya Minfung Ho berjudul Sing to The Dawn.
Novel tersebut bercerita tentang kakak beradik yang berusaha melindungi tempat tinggal mereka dari kontraktor penipu.
Infinite Frameworks membuat adaptasi novel Minfung Ho tersebut atas permintaan pemerintah Singapura yang ingin buku wajib di beberapa SD di negara tersebut dibuatkan filmnya.
Dia mengatakan film ini bahkan telah dibuat dalam versi Indonesia dengan judul "Meraih Mimpi", dengan melibatkan beberapa artis terkenal seperti Cut Mini dan Gita Gutawa sebagai pengisi suaranya.
Selain Sing to the Dawn, studio animasi yang bermarkas di kawasan sejuk Pulau Batam itu juga memiliki film-film animasi yang telah dipasarkan seperti Garfield, Franklin and Friends, Leonard/Dr.Contraptus dan Rollbots.
"Khusus untuk film Franklin and Friends kini telah dapat dinikmati melalui kanal HBO," kata Daniel.
Film itu merupakan pesanan dari konsorsium perfilman dari Singapura dan Kanada sebanyak 26 episode dengan pengerjaan selama 18 bulan.
Dia mengatakan ketertarikan perusahaan film animasi untuk memproduksi film di Batam bukan hanya karena faktor biaya murah, namun juga kualitas.
"Kalau mau cari biaya produksi murah bisa dilakukan di China atau India," ujarnya.
Dua negara itu, menurut dia, juga memiliki basis industri animasi yang berbiaya lebih murah dibandingkan Indonesia.
Saat ini studio animasi PT. Systrans Multi Media tengah menggarap film animasi yang diadopsi dari novel khas Jepang karya Yoshihiro Tatsumi berjudul 'A Drifting Life', katanya.
"Film itu bercerita tentang kehidupan sosial di Jepang dan dikonsumsi untuk kalangan dewasa," ujar Daniel.
Dia juga memiliki keinginan pada suatu saat studio animasi yang dipimpinnya mampu menghasilkan film yang berbau budaya Indonesia.
Namun, dia juga mengatakan dukungan pemerintah terhadap pembuatan film animasi berkarakter asli Indonesia, juga diperlukan.
"Dukungan pemerintah juga kami harapkan," katanya.
Adanya dukungan pemerintah, kata dia, akan memunculkan studio-studio animasi di kota lain sehingga dapat menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen film animasi terkemuka di kancah perfilman internasional.
Kelak, bukan sebuah hal yang tidak mungkin tokoh animasi asli Indonesia bersanding dengan tokoh-tokoh film animasi kondang internasional, katanya. (*)
* Berbagai Sumber